Skip to main content

Featured

POLITIK TIMUR TENGAH DI MASA OTTOMAN DAN PASKA OTTOMAN

AA. Pendahuluan             Kawasan Timur tengah adalah kawasan yagn terbilang kawasan dari awal peradaban umat manusai, terutama berkaitan dengan munculnya agama besar, seperti agama Islam, Kristen, dan yahudi. Kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang mencakup dari kwasan Mesir sampai ke Iran, hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Loenard Binder yang melihat bahwa kawasan TImur tengah adalah mengacu pada kwasan dari bekas kekuasaan Ottoman. Selain iu, Paul noble sebaliknya bahwa kawasan Timur tengah adlah termasuk dari negara Arab, bukan ternasuk kawasan non –arab seperti Iran, Turki, dan Israel (Fawcett, 2016, hal. 23) . Dalam historis politik dan pemerintahan di Timur tengah kawasan Timur tengah semenjak era Nabi Muhammad, dibagi menjadi era khulafaur rasydin, era Ummayyah, era Abbasiyah, Era Ottoman, dan era Mordern. Dengan demikan penulis akan menjelaskan politrik dan HI dimasa Kesultanan Ottoman dan paska Ottoman. B.     B. Pembahasan 1.      Politik dan Hi di masa Kes

Perdebatan Konspirasi covid-19 sebagai bio-weapon dan hubungan WHO dengan Tiongkok

     A. Pendahuluan         
               Senjata memang merupakan salah satu unsur dalam pertahanan dalam suatu negara untuk meciptakan keamanan, kekuatan, dan kekuatan nasional. Khususnya dalam studi keamanan, senjata memang merupakan salah satu elemen yang tidak dapat dipisahkan darinya. Konsep studi keamanan dalam Hubungan Internasional menjadi konsep pertama yang dikembangkan oleh para pemikir realis pada paska perang dunia II sebagai landasan kritikan dari liberalis karena hakikatnya sistem internasional yang anarki, menyebabkan negara meningkatkan hegemoni dan keamanan negaranya sebagai ketahanan nasional dan kepentingan nasional (Indrawan, 2019).

              Dalam perkembangan studi keamanan, konsep studi keamanan tidak hanya menggunakan metode senjata konvensional saja, faktor pendorong globalisasi dan perkembangan revolusi industri menyebabkan peningkatan senjata konvensional menjadi senjata non-konvensional seperti chemical weapon dan yang menjadi trend dalam isu Hubungan Internasional. Paska Perang dingin menjadikan tanda atau fenomena Hi dengan banyak muncul ancaman non-tradisional yang dikembangkan oleh para teori kritis terutama Barry Buzan dengan konsepnya yaitu teori Sekuritisasi (Hadiwinata, 2017; Indrawan, 2019). Permasalahan yang menjadi isu hangat dalam HI adalah isu pandemi covid-19 yang banyak spekulasi dari beberapa ahli bahwa pandemi tersebut merupakan by design untuk senjata biologi yang bocor di Institut Virologi di Wuhan yang tepat bersebrangan dengan pasar Wuhan yang menjadi pasar wuhan sebagai dugaan virus tersebut menyebar (Beaumont, 2020).

              Yang menjadi menarik dari penulis dalam mengamati kasus tersebut, penulis memandang mungkin saja virus tersebut merupakan senjata biologis yang dikembangkan oleh Tiongkok untuk meningkatkan keamanan dan ketahanan Cina atau Tiongkok karena Tiongkok berupaya untuk meningkatkan hegemoni politik luar negerinya untuk menandingi Amerika Serikat yang masih konflik atau bersitegang dengan Perang dagang. Penulis mengasumsikan virus tersebut merupakan senjata bio-weapon bukan penyakit murni karena dilansir dalam www.cnbcindonesia.com seorang virologis dari Institute Virology Wuhan, Shi Zhengli menyatakan bahwa akan ada ancaman penyakit menular baru selain SARS di daerah Wuhan, Tiongkok. Shi menjelaskan bahwa ancaman penyakit tersebut berasal dari patogen binatang atau hewan (CNBC Indonesia, 2020).

              Selain itu dalam ranah negara dan Organisasi Internasional, AS menuding dan curiga terhadap World Health Organization (WHO) yang cenderung kurang transparan dalam data korban jiwa yang terkena virus tersebut dan bahkan pula menuding ada kedekatan atau hubungan dengan Tiongkok terutama Direktur Jenderal WHO Tedros serta menganggap WHO cenderung ‘Tiongkoksentris’ dalam penanganan pandemi tersebut. Bukan hanya itu saja, tetapi juga dari pihak Australia yang curiga dan ingin mendesak Cina kepada Australia untuk melakukan investigasi terkait sumber yang sebenarnya virus tersebut akibat dari spekulasi senjata biologis dan ketidaktransparansi Tiongkok dalam mengungkapkan data korban jiwanya, akan tetapi Tiongkok mengecam Australia dan mengancam akan memboikot barang Australia di Tiongkok dan pasar Australia (ABC Australia, 2020; “Politik WHO Kala Pandemi Corona,” 2020).  

              Dari dua variabel yaitu dari Institute Virology of Wuhan dan WHO-AS-Australia-Tiongkok, penulis memandang bahwa kemungkinan virus tersebut mungkin merupakan konspirasi sebagai salah satu program senjata pemusnah massal melalui bio-weapon yang bocor. Namun penulis tidak dapat menjustifikasi dan memercayai virus tersebut merupakan sebuah konsiprasi oleh segelintir aktor. Akan tetapi, penulis menganalisis perilaku kedua variabel tersebut dengan menggunakan konsep dalam variabel pertama yaitu Weapon of Mass Destruction (WMD) dan variabel kedua yaitu menggunakan konsep konstruktivisme dan diplomasi koersif.

B. Analisis variabel pertama (Institute Virology of Wuhan) dan variabel kedua (WHO, Tiongkok, AS, dan Australia) melalui landasan konseptual HI dan Studi Keamanan

              Pertama, penulis menganalisis perilaku Bos Institute Virology of Wuhan, Shi Zhengli. Konsep atau komunikasi politik yang dilakukan oleh Shi yang menyatakan bahwa akan ada ancaman penyakit baru yang melanda seluruh dunia melalui patogen hewan. Analisis dari penulis konsep WMD meruapakan salah satu rational choice theory oleh tiongkok yang mungkin dilihat secara umum, populasi Tiongkok sudah melebihi ambang batas dalam wilayahnya. Program Kebijakan satu anak mungkin dinilai kurang efektif dalam menyeimbangkan populasi Tiongkok yang berimplikasi pada ancaman demografi manusia di seluruh dunia yang akan terjadi overload penduduk. Sehingga mungkin pihak Tiongkok mendesak atau memerintah Institute tersebut untuk melakukan kebijakan yang efektif dalam menyeimbangkan dan megurangi populasi Tiongkok dengan cara menggunakan konsep WMD yaitu melalui senjata biologis(Indrawan, 2019). Kalaupun pandemi tersebut merupakan murni sebagai penyakit atau kebetulan saja, maka bos insitute wuhan tidak mungkin atau tidak akan mengatakan akan ada penyakit baru yang melanda umat manusia.

              Variabel kedua dari negara dan OI, yang menjadi perdebatan bagi AS yang menuding WHO cendrung tidak transparan dalam mengungkapkan data fakta korban jiwa yang terkena pandemi tersebut dan cenderung tiongkoksentris. Dilansir dari www.hetanews.com dan www.kompas.com, Dr. Tedros bagi AS menuding bahwa ia mempunyai kedekatan diplomatik dalam Tiongkok atas retorika pidato Tedros yang memuji Tiongkok sebagai negara komunis yang sukes mengentaskan wabah pandemi di negaranya dan kesergapan Tiongkok dalam melakukan bantuan kesehatan ke WHO dan diplomasi masker terutama Italia. Maka, penulis melihat dari konsep konstruktivisme dari maksud dan konstruksi latar belakang Dr. Tedros yang merupakan Menteri Luar Negeri Ethiopia (2012-2016) dan Menteri Kesehatan Ethiopia (2005-2012) yang kedekatan dengan tiongkok sudah dimulai dengan menjabat di kedua birokrasi tersebut (Hadiwinata, 2017). Karena kedekatan Tiongkok dengan Dr.Tedros pasti penulis mengambil dari Politik Luar Negeri Tiongkok dari konsep neorealisme karena Tiongkok telah melakukan ekpansi ekonomi politik melalui invenstasi terutama di negara Ethiophia yang telah membangkitkan Ethiophia dari negara miskin menjadi negara berkembang sejak tahun 1983. Berankat dari konsep zero sum games (Hadiwinata, 2017) dalam realisme, istilah no free lunch atau tidak ada makan siang gratis memang merupakan slah satu upaya ppolugri bagi negara karena negara selalu meningkatakn hegemoni dan sistem internasional yang anarki dengan cara implisit. Artinya, kedekatan Dr.tedros dengan Tiongkok karena Tiongkok juga yang telah melakukan investasi dalam membangun Ethiophia menjadikan salah satu konsekuensi yaitu coersive diplomacy (McKercher, 2012).

              Coersive diplomacy adalah upaya yang dilakukan oleh suatu negara untuk memaksa agar lawan negaranya menjadi patuh dan diam, sehingga negara dapat melakukan pengaruhnya kepada lawan negara dengan konsep carrot (hadiah) dan stick (hukuman). Yang dianalisis dari Dr.Tedros yang memuji atas keberhasilan Tiongkok dan ketidak transparan Who dan Tiongkok dalam data korban pandemi, penulis menganggap itu sebagai salah satu diplomasi koersif yang dilakukan oleh Tiongkok kepada Dr tedros, karena apabila Tedros dari WHO mengungkapkan data korban pandemi secara transparan, maka akan diancam oleh Tiongkok dengan mungkin mengambilalih investasi Tiongkok di Ethiophia dan tidak ada dukungan oleh Tiongkok kepada WHO dengan mendelegitimasi WHO sebagai Organisasi yang gagal. Ini juga menjadi dilema bagi WHO yang merupakan OI yang harusnya kewenangan dan power Oi lebih tinggi daripada negara-negara yaitu AS-Tiongkok. Akan tetapi, konsep realisme sebaliknya OI hanya sebagai perpanjangan tangan bagi negara untuk melakukan hegemoni power. Maka inilah yang menjadi AS dan Austalia untuk mendesak Tiongkok untuk membuka data transparasi korban pandemi. Namun, tiongkok melakukan prisonner dillema (Indrawan, 2019; Williams, 2008)dengan tidak mengakui dan menolak untuk diivestigasi. Penolakan Tiongkok tesebut bagi penulis adalah upaya prisoner dillema agar menghindari upaya senjata biologis yang dikembangakan oleh mereka yang apabila terbukti, maka akan mengancam reputasi dan kapabilitas calon negara superpower Tiongkok dengan proyek BRI dan serangkaian investasi di seluruh dunia. Sudut pandang penulis bukan menjustifikasi Tiongkok sebagai dalang dalam pandemi covid-19, melainkan mengasumsi bahwa perilaku polugri Tiongkok cocok dalam konsep yang dijelaskan sebelumnya seperti : Konstruktivisme, WMD, Diplomasi koersif, Prisoner dillema (paradigma neorealisme).

  C. Kesimpulan

              Korelasi dengan variabel pertama dan kedua memberikan satu simpulan bagi penulis, mungkin saja ini adalah by design bagi Tiongkok untuk melakukan hegemoni negaranya dan juga melakukan depopulasi penduduk tiongkok yang gagalnya, terjadi kebocoran yang akibatnya menyebar ke seluruh masyarakat internasional. dan akibatnya variabel kedua menjelaskan polugri Tiongkok dengan prosoner dillema dan upaya diplomasi kemanusiaan melalui masker dan bantuan kesehatan agar melgitimasi dan mempertahankan reputasi Tiongkok yang sampai saat ini menjadi domination power untuk melanjutkan dan mengalahkan kekuatan AS dan komunikasi politik yang dijalankan oleh AS dan sekutunya merupakan salah satu Polugri dan bahkan dermagoguery politics karena cenderung menyalahkan dan rasisme dalam memandang covid-19 sebagai virus ‘Cina’. Dengan demikian bahwa upaya yang dilakukan oleh AS dan Tiongkok sama-sama ingin menghegemoni sistem internasional karena sebagaimana dari sifat manusia berdasarkan asumsi Thomas Hobbes, Nature of Law yaitu Hukum alam yang memengaruhi aktor internasional saling menghegemoni siapa yang kuat dan siapa yang lemah. Namun, penulis tetap tidak menjustifikasi bahwa dugaan yang penulis amati dan analisis benar dan permasalahan pandemi Covid-19 masih perlu diidentifikasi lebih lanjut darimana sumber yang sebenarnya dan bagi masyarakat internasional tetap harus menjaga aktivitas dengan tidak berada di luar rumah.

Referensi :

ABC Australia. (2020). China Ancam Australia Jika Berani Investigasi Asal Virus Corona COVID-19. Diambil 11 Mei 2020, dari liputan6.com website: https://www.liputan6.com/global/read/4240978/china-ancam-australia-jika-berani-investigasi-asal-virus-corona-covid-19

Beaumont, P. (2020). Where did Covid-19 come from? What we know about its origins | World news | The Guardian. Diambil 11 Mei 2020, dari theguardian.com website: https://www.theguardian.com/world/2020/may/01/could-covid-19-be-manmade-what-we-know-about-origins-trump-chinese-lab-coronavirus

CNBC Indonesia. (2020). Bos Laboratorium Wuhan Sudah Prediksi Virus Covid-19? Diambil 11 Mei 2020, dari cnbcindonesia.com website: https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200505093616-37-156336/bos-laboratorium-wuhan-sudah-prediksi-virus-covid-19

Hadiwinata, B. S. (Bob S. (2017). Studi dan teori hubungan internasional : arus utama, alternatif, dan reflektivis (Pertama). Bandung: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Indrawan, J. (2019). Pengantar Studi Keamanan (Pertama; Efriza, Ed.). Malang: Intrans Publishing.

McKercher, B. J. . (2012). Routledge Handbook of Diplomacy and Statecraft. In Routledge Handbook of Diplomacy and Statecraft (First). https://doi.org/10.4324/9780203807804

Politik WHO Kala Pandemi Corona. (2020). Diambil 11 Mei 2020, dari hetanews.com website: https://www.hetanews.com/article/186630/politik-who-kala-pandemi-corona

Williams, P. D. (2008). Security Studies: An Introduction (First; P. D. Williams, Ed.). New York.

Comments

  1. Terus berkarya..dan berbagi...semoga berkah..aamin..salam..

    ReplyDelete

Post a Comment