Skip to main content

Featured

POLITIK TIMUR TENGAH DI MASA OTTOMAN DAN PASKA OTTOMAN

AA. Pendahuluan             Kawasan Timur tengah adalah kawasan yagn terbilang kawasan dari awal peradaban umat manusai, terutama berkaitan dengan munculnya agama besar, seperti agama Islam, Kristen, dan yahudi. Kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang mencakup dari kwasan Mesir sampai ke Iran, hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Loenard Binder yang melihat bahwa kawasan TImur tengah adalah mengacu pada kwasan dari bekas kekuasaan Ottoman. Selain iu, Paul noble sebaliknya bahwa kawasan Timur tengah adlah termasuk dari negara Arab, bukan ternasuk kawasan non –arab seperti Iran, Turki, dan Israel (Fawcett, 2016, hal. 23) . Dalam historis politik dan pemerintahan di Timur tengah kawasan Timur tengah semenjak era Nabi Muhammad, dibagi menjadi era khulafaur rasydin, era Ummayyah, era Abbasiyah, Era Ottoman, dan era Mordern. Dengan demikan penulis akan menjelaskan politrik dan HI dimasa Kesultanan Ottoman dan paska Ottoman. B.     B. Pembahasan 1.      Politik dan Hi di masa Kes

KEMAPANAN NATO DI ERA KONTEMPORER PASKA PERANG DINGIN


Organisasi Internasional adalah bagian dari aktor Hubungan Internasional selain dari negara sebagai aktor utama dalam HI. Memang konsep OI didasari oleh konsep liberalisme yaitu Neoliberalisme Institusionalisme yang memandang bahwa sistem internsional yang anarki akan tertata dan mencegah terjadinya perang dan meningkatkan kerjasama, interdependensi dan perdamaian diwadahi oleh institusi yaitu OI. Akan tetapi dalam konsep realisme yang dikenal dengan aktor negara sebagai aktor rasional (rational actor) karena negara sebagai aktor yang mempunyai kapabilitas dan juga power yang memengaruhi sistem internasional yang anarki. Konsep yang mengakui sedikit dari konsep Neolib inst adalah dari konsep neorealisme yang melihat bahwa sistem internasional yang anarki memengaruhi negara untuk mempertahankan keamanan dan kekuatan negara dan kekuatan hegemoni diganti dengan kekuatan aliansi (collective security).
Contoh dalam studi kasus implementasi dalam konsep aliansi dalam neorealisme adalah NATO (North Atlantic Treaty Organization) atau disebut Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Fungsi dan tujuan NATO adalah mempertahankan dan menciptakan keamanan dari hegemoni pengaruh sosialis komunis Uni Soviet sebagai negara rivalnya. Dalam konsep Aliansi dijelaskan, aliansi hanya terbentuk jika adanya ancaman nyata dan ancaman bersama dari negara lain. Sebagaimana dalam contoh pada dibentuknya NATO pada tahun 1949 (awal perang dingin), ancaman nyata dan bersama bagi Amerika Serikat dan Eropa Barat yaitu Uni Soviet. bukan hanya itu saja, sifat dari NATO diamati dan dianalisis melihat dari sudut pandang studi strategis yang melihat dari ancaman tradisional yang bersifat militer. Akan tetapi, pada paska perang dingin dengan ditandai oleh runtuhnya Uni Soviet dan aliansinya Pakta Warsawa, maka NATO dan AS sebagai pemenang dalam perang dingin dengan ideologi liberalisme demokrasi sebagaimana dalam Francis Fukuyama ‘The end of history’. Seharusnya NATO pun dalam konsep aliansi sudah bubar karena ancaman nyata dan bersama yaitu Uni Soviet. Akan tetapi, dalam kenyataannya sampai saat ini NATO masih tetap eksis dan bahkan. Di tahun 2020, NATO memperluas keanggotaannya yaitu dengan adanya Makedonia Utara (North Macedonia) (NATO, 2020b).
Dengan demikian sesuai dengan pertanyaan dari tugas ini “Relevankah NATO saat ini? dan bila masih relevan, apa yang membuatnya demikian?. Untuk menjawab persoalan ini, penulis menganalisis dalam konsep teori Organisasi Internasional yaitu Institusionalisme, Fungsionalisme, dan Neo-Fungsionalisme. Sebelumnya, sesuai dengan kedua pertanyaan tersebut dan menaganalisnya dengan konsep, maka penulis mengamati ada beberapa faktor mengapa NATO masih eksis sampai saat ini.
Faktornya yaitu sistem internasional, faktor ini yang menentukan bagaimana dinamika sistem internasional yang anarki memengaruhi pola interakasi aktor hubungan internasional khususnya negara. Pada masa perang dingin, kekuatan kutub sistem internasional bersifat bipolar (AS ‘blok barat’ dan Uni Sovet ‘blok timur’) , dan fenomema dan isu yang dominan dalam hubungan internasional adalah konsep tradisional dan ancaman tradisional dari (studi keamanan militer). Hal itu memang pada masa itu, persaingan heggemoni antara AS dan Uni Soviet sebagai pemenang Perang Dunia II dan menjadikan kedua negara tersebut sebagai negara superpower, maka karena hal itu menyebabkan AS dan Soviet memberikan pengaruhnya terutama dalam ideologi, karena AS dan Soviet sama-sama berkompetisi dan takut sama lain yang akan berdampak pada perang nuklir, maka AS dan sekutunya (Eropa Barat) membuat aliansi pakta pertahanan yaitu NATO untuk membendung hegemoni Uni Soviet dengan paham sosialis komunisnya dan kekuatan militernyapada tahun 1949 (NATO, 2020a).
Akan tetapi setelah Uni Soviet bubar dan berakhirnya perang dingin, maka konsep sistem internasional berubah dari bipolar antara AS-Soviet menjadi multipolar dengan banyak munculnya negara-negara ketiga yang mulai dominan. Munculmya Globalisasi yang menggeser pola integrasi kawasan yang sebelunnya aliansi yang dinilai usang, maka konsep integrasi kawasan yang disebut dengan regionalisme. Buktinya adalah muncul regionalisme Uni Eropa, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Asian Pacific Economic Cooperations. Mendorong NATO mengubah implementasi dalam aliansinya, namanya tetapi aliansi namun, konsep implementasinya memperluas konsep keamanan dalam NATO, alhasilnya adalah NATO sejak World Trade Center (WTC) 9/11 maka NATO selain aliansi disbeut sebagai Collective defense. Memang masih ada unsur aliansi, akan tetapi aliansi sebatas melihat dari ancaman tradisonal, sedangkan collective defense melihat interpretasi NATO bahwa ancaman bukan tradisional saja, tetapi ancaman on-tradsional seperti terorisme dan genosida. Maka inilah NATO sebagai peacemaking, peace buiding,peacekeeping. NATO membantu dalam pengentasan ancaman non-tradisional tersebut seperti Sebrenica War (Bosnis-Serbia 1992-1995), dan terakhir pembebasan Samudera Hindia atas kemenangan melawan perompak Somalia pada tahun 2019 (NATO, 2020a).
Selain itu, dalam konsep fenomena HI yang sudah dijelaskan sebelumnya di paragraf sebelumnya, konsep keamanan sudah memeperluas isu permasalahan keamanan. Bersamaan dengan berakhirnya perang dingin, Barry Buzan mengatakan bahwa keamanan bukan sebatas keamanan dari peran negara sebagai aktor rasional, tetapi keamanan manusia merupakan jantung dalam keamanan negara juga, tanpa ada manusia, negara tidak dapat berdiri. Sehingga konsep dari Buzan menjasikan keamanan menjadi holistik yaitu kemanan sosial, keaamanan militer, kemaanan politik, keamanan ekonomi, keamanan lingkugan, dan keamanan sosial. Pada paska perang dingin ini, maka banyak ancaman non-tradisional seperti genosida, konflik etnis, dan terorisme. Sehingga memengaruhi aktor HI khususnya NATO yang mengurusi keamanan yang bersifat seperti non-tradisional.
Terakhir adalah peran dari negara inti atau big position of major power dari negara-negara besar seperti AS. AS yang masih menjadi neagra superpower menjadi faktor NATO masih survive dan relevan saat ini dan bersamaan dengan sukuritisasi keamanan internasional dari AS yaitu memerangi terorisme, maka NATO pun memperluas agenda atau ancamannya bukan dari negara lagi, melainkan dari ancaman non-tradisional yaitu terorisme. Maka itulah, NATO dalam agendanya memerangi terorisme ISIL(ibid. 2020a, sec. A New Approach for a New History).
Maka dari itu, penulis menganalisis dan menilai bahwa faktor-faktor tersebut menajdi NATO masih bertahan sampai saat ini dan masih relevan, karena NATO menyadari bahwa keamanan bukan keamanan tradisional saja, tetapi keamanan non-tradisional yang sifatnya menciptakan keamanan manusia. Maka tidak salah NATO melakukan intervensi kemanusiaan seperti perang Sebrenica, Afganistan, Sudan, dan Samudra Hindia (Hybrid Aspect) dan juga pandemi Covid-19 yang dikatakan oleh NATO sebagai ancaman keananan manusia. Akan tetapi apa yang memperkuat NATO masih relevan, penulis menaganalisis NATO dari konsep fungsionalisme dan neo-fungsionalisme.
1.     Fungsionalisme
Konsep fungsionalisme adalah konsep yang dikembangkan oleh David Miltrany. Teori ini merupakan kritikan dari teori institusionalisme yang bersifat statis yang artinya peran institusi dalam OI hanya sesuai pada prinsip dan norma yang dibuat dari hasil kerjasama internasional tanpa mengindahkan faktor luar yaitu kebutuhan dalam menangani permasalahan isu dan dunia internasional yang semakin kompleks sesuai dengan dinamika zaman. Maka fungsionalisme hadir untuk mengembangkan dan memperbaiki peranan OI yang sebelumnya institusionalis. Asumsi utama fungsionalisme adalah bahwa perkembangan OI dan pelaksanaan OI dalam menjalankan aturan yang didasari oleh norma dan prinsip harus sesuai dengan tuntutan guna memnuhi kebutuhan dasar umat manusia dari aspek politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya. Dengan kata lain atas tuntuntan dinamis teknis dari fungsi OI bagi negara anggota karena sistem internasional yang sifatnya dinamis.
Pada NATO konsep fungsionalisme memang NATO relevan dalam saat ini, karena awalnya ditandai oleh perubahan konsep dari alliance defensive menjadi detente pada tahun 1960. Dan pada tahun 1997 atas dari dinamika sistem internasional yang bergeser dari highpolitics ke low politics. Maka NATO membentuk fondasi baru yaitu membentuk kerangka keamanan pan-Eropa, memperluas aliansi bersama dengan eropa tengah, timur, dan Asia Tengah untuk menciptakan stabilitas fndamental, demokrasi, dan integrasi Eropa. Maka dibentuk Euro Atlantic Partnership Council pada tahun 1997. Selain itu, NATO mengubah orientasi dalam meningkatkan keamanan dengan menggunakan konsep resolusi konflik seperti yang dijelaskan sebelumnya di atas, memerangi ancaman non-tradsional seperti terorisme, genosida, dan bahkan cyber attack dari dunia internet. Collective defense dari konsep aliansi klasik pada masa perang dingin yang menjadikan NATO relevan dalam era kontemporer ini(NATO, 2020a).

2.     Neo-Fugsionalisme
Konsep neo-fungsionalisme adalah konsep dari pengembangan dari funsgionalisme, konsep ini menjelaskan teknis dari perkembangan OI tanpa memiliki manfaat secara kuat kepada masyarakat internasional sesuai kebutuhan internasional. teori neo fungsionalisme mengindahkan peran politik dalam peran teknis dalam menjalankan OI karena dengan adanya peran politik, maka dapat memengaruhi masyarakat internasional dan aktor lainnya karena sifat politik adalah memberikan pengaruh untuk mencapai kepentingannya yaitu kerjasama dan perdamaian dalam OI. Sehingga peran OI menjadi punya kegiatan politis yaitu agenda politik.
Agenda politik dalam NATO yang memang sebenarnya bukan merupakan dalam krtieria elemen dari keamanan tradisional khususnya NATO adalah gender. Gender yang menjadi isu dalam fenomena HI dalam feminisme, banyak memengaruhi dalam konsep OI terutama dalam NATO, tuntutan oleh perkembangan feminisme yang semakin pesat, menyebabkan peran wanita harus menjadi bagian dalam keamanan tradisional dan manusia. Perempuan dapat berkontribusi menjadi tentara NATO dalam menciptakan resolusi konflik dan stabilitas keamanan. Dengan demikian agenda politis dari gender ini menjadikan agenda dalam agenda NATO. Sehingga pada tahun 2017 NATO membuat jargon dan hastag berasamaan dengan Hari Perempuan Internasional yaitu #beboldforchange (NATO, 2020b).Agenda ini yang berisi bagaiman partisipasi perempuan dalam kesetaraan gender di bidang militer. Memang aga cenderung berbeda dari konsep NATO yang OI keamanan namun karena keamanan mencakup aspek kehidupan manusia maka, isu gender dan humanitariam menjadi bagian dari aggenda dan permsalahan NATO.

Kesimpulan
            NATO memang dinilai dan dianalis menurut penulis relevan di era saat ini, dan apa yang membuatnya relevan karena dari sistem internasional yang bergeser dari aliansi ke regionalisme, perluasan konsep keamanan, munculnya isu non-tradisional dalam HI, dan konsep fungsionalisme dan neo-fungsionalisme yang menjadi penguat bahwa NATO dinilai masih relevan dai era kontemporer ini. memang selain dari itu juga, dari peran negara besar khusunya Amerika Serikat yang masih bertahan dan menjadi pemenang dalam perang dingin. Sehingga kekuatan penyangga dalam NATO masih besar dan survive. Juga perluasan NATO dalam agenda menjadi resolusi konflik untuk menciptakan demokrasi, stabilitas, dan keamanan manusia. Maka NATO menurut penulis bukan dinilai sebagai Aliansi lagi, melanikan security community karena nilai-nilainya sudah menciptakan stabilitas dan perluasan dalam konsep keamanan manusia sebagaimana dalam 5 elemen keamanan manusia dari Barry Buzan.
            NATO menilai bahwa dengan pengaruh perubahan dari sistem internasional, bahwa fenomena keamanan bukan sebatas hanya ancaman nyata yang bersifat militeristik dari negara, tetapi ancaman laten bisa menjadi nyata dan aktorya bukan dari negara saja, tetapi juga individu, seperti halnya pada studi kasus WTC 9/11 dan juga dari sekuritisasi dari AS yang menjadikan terorisme sebagai ancaman non-tradisional yang mengancam global. Dengan demikian dari pengaruh kuat AS sebagai superpower dan juga bagian dari NATO, maka tidak salahnya NATO masih relevan digunakan pada era kontemporer ini. bahkan agenda NATO dan misinya bukan berperang tradisional negara, melainkan melawan ancaman tradisional seperti terorisme dan genosida di negara konflik (Perang Sebrenica Bosnia-Serbia 1992-1995). NATO juga dinilai sebagai OI security commuity karena sebagai resolusi konflik dan sebagai penstabil dan penyeimbang keamanan di Wilayah Eropa dan bahkan Internasional.


Referensi :
NATO. (2020a). NATO - Declassified: A short history of NATO. Diambil 22 April 2020, dari www.nato.int website: https://www.nato.int/cps/en/natohq/declassified_139339.htm
NATO. (2020b). What is NATO? Diambil 22 April 2020, dari www.nato.int website: https://www.nato.int/nato-welcome/index.html

Comments